Cuplikan layar pemaparan daring Rancangan Rencana Induk Industri Pertahanan oleh Kabid Perencanaan KKIP pada Rabu, 15 Februari 2023
Jakarta (15/04) – Penyelenggaraan dan pengelolaan (governance) industri pertahanan memiliki dampak strategis terhadap pembangunan nasional secara umum. Oleh karenanya, perlu dikonstruksi seperangkat kebijakan spesifik yang disusun sedemikian rupa agar tujuan kemandirian pemenuhan Alpalhankam dapat diwujudkan.
Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 mengamanatkan tugas dan wewenang KKIP untuk menyusun kebijakan nasional yang bersifat strategis di bidang industri pertahanan.
KKIP mengaktualisasikan tugas ini salah satunya melalui dokumen rancangan Rencana Induk Industri Pertahanan yang telah disusun oleh Bidang Perencanaan KKIP pada 2022 lalu.
Ketua Bidang Perencanaan Tim Pelaksana KKIP, Laksda TNI (Purn) Darwanto, S.H., MAP, dalam paparannya pada rapat koordinasi KKIP 15 Februari lalu mengemukakan bahwasanya tujuan, sasaran, target capaian, dan rencana aksi telah coba dirumuskan sebagai landasan umum bagi kebijakan-kebijakan turunan industri pertahanan.
TUJUAN
Perhatian utama pada penyusunan landasan umum Rencana Induk ini adalah kebijakan perencanaan nasional yang telah disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebagai acuan perencanaan umum nasional.
Bidang Perencanaan KKIP juga berkomitmen untuk mengintegrasikan butir-butir Visi Indonesia 2045 kedalam Rencana Induk Industri Pertahanan. Dengan demikian diharapkan dokumen perencanaan ini memiliki andil dalam pencapaian cita-cita seratus tahun kemerdekaan Indonesia.
Visi Indonesia 2045 melingkupi seluruh aspek sasaran perencanaan dan strategi pelaksanaan pembangunan negara termasuk pertahanan dan keamanan. Pada aspek ini diuraikan tiga sasaran, yaitu: Ketertiban masyarakat yang inklusif, pertahanan berdaya gentar tinggi, dan keamanan insani yang bermartabat.
Naskah rancangan Rencana Induk Industri Pertahanan akan menambahkan sasaran baru pada pilar di atas yaitu “kemandirian pemenuhan Alpalhankam” yang merupakan tujuan puncak (ultimate goal) dari kebijakan strategis industri pertahanan.
Indikator keberhasilan dari kemandirian pemenuhan alpalhankam adalah semakin berkurangnya andil negara asing dalam pemenuhan alpalhankam dari waktu ke waktu.
Tujuan puncak ini sangat berkorelasi dengan amanat politik Ketua KKIP baru-baru ini. Presiden Joko Widodo, telah menginstruksikan untuk menggeser paradigma akuisisi kapabilitas pertahanan dari belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan.
Manfaat alokasi anggaran belanja pertahanan, baik belanja barang maupun belanja modal, tidak lagi sebatas pada kebutuhan barang dan jasa yang terpenuhi, namun juga pada pengembangan yang berkesinambungan pada kapabilitas sumber daya industri pertahanan.
Konsekuensinya, manfaat langsung pengadaan Apalhankam yang berbasis investasi pertahanan bisa saja tidak sebesar bila dibandingkan dengan yang berbasis belanja pertahanan. Tetapi dalam jangka panjang ada multiplikasi nilai tambah yang muaranya adalah percepatan kemandirian pemenuhan Alpalhankam.
Undang-undang Industri Pertahanan pada pasal 43 telah menjelaskan bentuk-bentuk utama realisasi paradigma investasi pertahanan. Pertama, kewajiban penggunaan produk industri pertahanan di dalam negeri. Kedua, pelaksanaan MRO di dalam negeri. Ketiga, kewajiban adanya alih teknologi, imbal dagang, dan kandungan lokal atas pengadaan yang terpaksa dilakukan dari luar negeri.
Realisasi investasi pertahanan akan memacu penelitian, pengembangan, dan rekayasa (litbangyasa) Alpalhankam di dalam negeri dan menumbuhkan ekosistem industri pertahanan.
Alih-alih kuantitas dan kualitas produk, pertimbangan yang lebih dikedepankan dalam paradigma investasi pertahanan pada pengadaan luar negeri adalah penguasaan teknologi dan imbal dagang. Partisipasi badan-badan usaha pertahanan lebih besar untuk menjajaki, merumuskan, dan melaksanakan kegiatan pemenuhan Alpalhankam.
Pencapaian kemandirian pemenuhan Alpalhankam harus ditunjang oleh koordinasi, sinergi, dan komitmen kuat dari setiap pemangku kepentingan. Pengalaman embargo akibat ketergantungan pada negara lain dapat ditanggulangi apabila ekosistem industri pertahanan terbina dengan baik. Pembangunan ekosistem industri pertahanan ini diarahkan ke perluasan rantai pasok dari hulu ke hilir, kolaborasi triple helix, dan peningkatan skala bisnis.
Dalam rangka mendukung kemandirian pemenuhan alpalhankam, maka penyelenggaraan industri pertahanan juga ditujukan untuk mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif dan meningkatkan kemampuan memproduksi Alpalhankam dan jasa pemeliharaan
Upaya dalam pencapaian tujuan industri pertahanan dijalankan secara bertahap dalam perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang. Penyelenggaraan industri pertahanan berfungsi untuk: (1) Memperkuat Industri Pertahanan; (2) Mengembangkan teknologi Industri Pertahanan yang bermanfaat bagi pertahanan, keamanan, dan kepentingan masyarakat; (3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja; dan (4) Memandirikan sistem pertahanan dan keamanan negara; dan 5) Membangun dan meningkatkan sumber daya manusia yang tangguh untuk mendukung pengembangan dan pemanfaatan Industri Pertahanan.
Tujuan puncak/utama, kemandirian pemenuhan alpalhankam, dapat diuraikan lagi menjadi empat tujuan perencanaan industri pertahanan. Pertama, industri pertahanan yang maju, yakni industri pertahanan yang memiliki kemampuan dalam menguasai teknologi rancang bangun dan produksi serta secara berkelanjutan melaksanakan inovasi dan invensi. Kedua, industri pertahanan yang kuat, yakni industri pertahanan memiliki kapabilitas yang memadai untuk diversifikasi dan intensifikasi bidang usaha.
Ketiga, industri pertahanan yang mandiri, yakni industri pertahanan yang memiliki kemampuan untuk mengeksekusi seluruh rangkaian produksi maupun MRO alpalhankam dengan mendayagunakan lebih banyak sumber daya dari dalam negeri, sehingga resilien terhadap disrupsi rantai pasok dan hambatan pemasaran. Keempat, industri pertahanan yang berdaya saing, yakni industri pertahanan yang memiliki keunggulan komparatif baik pada produk maupun tata kelola industri.
Maju | memiliki kemampuan dalam menguasai teknologi rancang bangun dan produksi serta secara berkelanjutan melaksanakan inovasi dan invensi |
Kuat | memiliki kapabilitas yang memadai untuk diversifikasi dan intensifikasi bidang usaha |
Mandiri | memiliki kemampuan untuk mengeksekusi seluruh rangkaian produksi maupun MRO alpalhankam dengan mendayagunakan lebih banyak sumber daya dari dalam negeri |
Berdaya Saing | memiliki keunggulan komparatif baik pada produk maupun tata kelola industri. |
SASARAN
Rencana Induk industri pertahanan disusun sebagai sebuah landasan untuk penyelenggaraan industri pertahanan nasional. Dokumen ini memberikan arah pembangunan industri pertahanan dalam perencanaan dan target kebijakan jangka panjang.
Dari setiap tujuan di atas, diturunkan sasaran-sasaran kebijakan yang mesti telah tercapai pada tahun 2045.
Maju berarti progresif dan progresifitas ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari tujuan pertama ini, diturunkan tiga sasaran, yaitu; industri pertahanan yang memiliki kemampuan rancang bangun, industri pertahanan yang memiliki kemampuan produksi, dan industri pertahanan yang memiliki kemampuan modifikasi dan pemutakhiran.
Kuat berarti mampu mengemban tugas dan fungsi dengan optimal. Dari tujuan kedua ini, diturunkan tiga sasaran, yaitu : kapabilitas sumber daya manusia (jumlah, kualitas, regenerasi tenaga ahli, dan regenerasi tenaga kerja) ; kapabilitas sarana-prasarana baik untuk produksi maupun litbangyasa ; dan kapabilitas pendanaan dan pembiayaan.
Mandiri berarti pendayagunaan sebesar-besarnya sumber daya sendiri. Dari tujuan ketiga ini, diturunkan dua sasaran, yaitu : tingkat kandungan lokal dan pertumbuhan ekosistem industri dalam negeri.
Berdaya saing berarti memiliki keunggulan dibandingkan yang lain. Dari tujuan keempat, diturunkan tiga sasaran, yaitu : keunggulan komparatif produk, kemitraan global, dan valuasi ekspor.
Setiap sasaran akan diuraikan target capaiannya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dapat bertindak sebagai Key Performance Indicator. Sebagai panduan, diuraikanlah rencana aksi sebagai bentuk langkah konkrit yang dapat diambil oleh pemangku kepentingan terkait agar target capaian dapat diraih.
Tujuan dan sasaran ini masih dalam tahap pemantapan pada rangkaian kegiatan penyusunan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Industri Pertahanan. Diharapkan pada tahun ini, Bidang Perencanaan Tim Pelaksana KKIP dapat merumuskan regulasi tersebut.