Jakarta (30/09) – Tim Kerja Perencanaan Strategis Industri Pertahanan pada Bidang Perencanaan KKIP kembali menggelar rapat kedelapan pada 29 September 2022. Rapat ini merupakan rapat penutup pada rangkaian rapat tim kerja yang sudah digelar sejak Bulan Juli lalu.

Hadir sebagai pembicara utama adalah Ir. Romie O. Bura, BEng.(Hons), MRAeS, Ph.D., seorang akademisi ITB yang juga merupakan ex-Dekan Fakultas Teknologi Pertahanan Unhan. Romie, utamanya menerangkan sejumlah terobosan yang bisa diadopsi dari best practices penyelenggaraan dan pengelolaan industri pertahanan di luar negeri.

Rezim industri pertahanan Indonesia saat ini, sebagaimana diterangkan Romie di awal paparannya, masih jauh dari mandiri bila bertolak ukur dari kemampuan integrasi alutsista dan penguasaan rantai pasok. Korea Selatan hingga 3 dekade lalu juga berada pada fase yang sama namun kemudian dalam kurun waktu yang singkat berhasil melejit.

“Kuncinya adalah riset, Korea Selatan memprioritaskan riset pada growth stage industri pertahanannya sekitar tahun 1990-2005” jelas Romie. Kasus serupa juga berlaku pada Swedia yang mana perusahaan pertahanan kenamaannya, SAAB, berinvestasi massif pada riset dan pengembangan. “Ada kerja sama yang ekstensif antara SAAB dengan universitas” tambah Romie.

 

Dari studi komparatif yang dipaparkan Romie dapat ditarik konklusi pertama bahwa riset adalah kunci untuk menaikkan taraf kemandirian industri pertahanan Indonesia. Berkorespondensi dengan hal tersebut tentunya adalah sentralitas perguruan tinggi dan lembaga-lembaga litbang dalam upaya akselerasi kemandirian industri pertahanan.

Dalam rangka penyusunan Rencana Induk Industri Pertahanan oleh Bidang Perencanaan pada tahun 2022 ini, Romie Bura merekomendasi beberapa poin yang merupakan lesson learned dari praktik penyelenggaraan industri pertahanan di luar negeri. Pertama, pastikan setiap program alpalhankam memiliki target kemandirian yang jelas dan prioritas riset di tiap tingkat industri pertahanannya sesuai dengan kapasitas sumber daya. Kedua, roadmap industri pertahanan akan menentukan model suatu ekosistem pertahanan setiap program alpalhankam. Ketiga, dua hal yang sebaiknya segera dipenuhi adalah Defense Technology Security System dan kepemimpinan yang kuat pada setiap program.

Pada sesi diskusi, pembicara utama mengakui keprihatinan para peserta bahwa belum ada sistem yang terlembaga untuk mengakomodasi riset pertahanan di Indonesia. Belum lagi, implementasi riset dan inovasi pertahanan nasional belum sepenuhnya mencapai skala industri.

Koorspri Katimlak KKIP, Kolonel Laut (Purn) Victor Ngadi, SM, mempertanyakan bahwa postur industri pertahanan Indonesia pada masa lalu justru lebih mapan daripada saat ini ketika industri pertahanan sudah difasilitasi oleh undang-undang industri pertahanan. Menjawab hal tersebut, Romie Bura menggarisbawahi dua faktor yang krusial: arah kebijakan yang jelas dan terperinci di tiap periode waktu/tahun dan insentif pemerintah untuk menggugah semangat generasi muda berkecimpung pada industri pertahanan.

Diterangkan lebih lanjut bahwa, riset adalah cara untuk menghasilkan produk-produk industri pertahanan yang peka akan kebutuhan operasional sesungguhnya. Romie Bura menyatakan “kalau kita tidak terbiasa riset, kita akan terus me-adopt, adopt, adopt, adopt, dan akhirnya kita menggunakan sesuatu yang standarnya dari luar…riset tidak hanya untuk jualan, tapi juga untuk mengenal diri sendiri”.

Pimpinan rapat, Dr. Yono Reksoprodjo, DIC, pada sesi penutup menyimpulkan bahwa harus ada perencanaan industri pertahanan yang berjangka panjang dan didukung oleh komitmen institusi, bukan komitmen perorangan yang rentan untuk dikompromi

Translate »