Jakarta (15/08) – Bidang Perencanaan Tim Pelaksana KKIP (Bidren KKIP) menggelar rapat pertama Tim Kerja Penyelerasan Data Pemenuhan Kebutuhan Alpalhankam pada Kamis, 11 Agustus 2022. Kabidren KKIP, Laksda TNI Darwanto, S.H., M.A.P, selaku pimpinan rapat menyampaikan pertemuan tersebut bertujuan untuk mengetahui perspektif TNI AL selaku pengguna atas peran, capaian, dan harapan penyelenggaraan industri pertahanan untuk kemandirian pemenuhan alat peralatan pertahanan matra laut.
Mewakili TNI AL, Waasrena Laksma TNI Sawa, S.E., M.M, mengemukakan lembaganya kini terus berupaya untuk mendorong pemenuhan Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang terdiri atas kekuatan pemukul, kekuatan pendukung, kekuatan patroli, dan kekuatan proyeksi.
TNI AL memiliki empat kebijakan strategis terkait penyelenggaraan industri pertahanan dalam negeri yaitu pengutamaan produk dalam negeri, kerja sama pengembangan desain, transfer teknologi yang melibatkan industri pertahanan, dan pemeliharaan Alutsista yang mengutamakan jasa industri pertahanan dalam negeri. Berdasarkan grand design kekuatan TNI AL 2045, target kekuatan tempur, non tempur, jangkauan operasi, dan organisasi akan “didukung dengan kemandirian industri pertahanan sampai dengan 80% produksi dalam negeri” terang Waasrena Kasal.
Beliau mengutarakan lebih lanjut bahwa hingga kini ada sejumlah isu yang mesti ditindaklanjuti kedepannya terkait produksi Alpalhankam matra laut oleh industri pertahanan, diantaranya kualitas hasil produksi, kesiapan teknologi, kapasitas produksi, dan ketepatan produksi.
Pada sesi diskusi, Kabid Transfer Teknologi dan Ofset KKIP, Dr. Yono Reksoprodjo, menyarankan agar TNI AL memberikan kesempatan pada PT. PAL dan industri dalam negeri lainnya untuk membuat serial vessel. “Saya kira dalam waktu yang tidak telalu lama kita akan melihat kemampuan yang optimal, artinya kualitas yang dibuat makin lama makin membaik” ujar Kabid Transfer Teknologi dan Ofset.
Sementara itu pakar pertahanan asal Universitas Pertahanan, Romie Bura, Ph.D, menekankan arti penting kolaborasi banyak pihak untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan. Mantan Dekan Fakultas Teknologi Unhan ini mencontohkan Korea Selatan yang mempunyai institusi khusus berisikan para analisis yang memetakan kebutuhan teknologi Alpalhankam berdasarkan tuntutan operasional pengguna. “Saat kita ingin membangun kemandirian, kita harus mendengarkan persyaratan atau kebutuhan dari pengguna” demikian disampaikan oleh Bapak Romie.
Koorspri Katimlak KKIP, Kolonel Laut (Purn) Victor Ngadi, SM, menarik tiga ikhtisar dari rapat tersebut. Pertama, proyeksi kebutuhan alpalhan matra laut yang besar bermakna potensi yang besar pula bagi industri pertahanan dalam negeri. Berikutnya, umpan balik dari pengguna harus diterjemahkan menjadi continuous improvement pada produksi Alutsista. Terakhir, KKIP adalah jembatan komunikasi paling utama antar pemangku kepentingan industri pertahanan.
Menanggapi diskusi di atas, Laksma TNI Sawa mengakui bahwa ide untuk membuat satu kapal unggulan produk dalam negeri untuk memenuhi jajaran alutsista TNI AL telah diinisiasi sejak lama. Kendati demikian langkah ini mandeg akibat hambatan dana dan perubahan kebijakan. “Kami mohon agar disuarakan hal tersebut oleh KKIP” imbuh beliau.
Menutup diskusi, pimpinan rapat menyimpulkan agar program-program penyelenggaraan industri pertahanan dibangun dari perencanaan yang matang. Oleh karena itu perencanaan itu harus bersifat foresight.