Jakarta (20/07) – Tim Ahli KKIP menggelar diskusi kelompok terfokus bertema Pemberdayaan Industri Pertahanan dan Ekosistemnya Bidang Perkapalan pada hari Rabu, 13 Juli lalu. Diskusi yang dilaksanakan secara daring dan luring ini menghadirkan berbagai narasumber diantaranya Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan selaku Pejabat Pembuat Komitmen di lingkungan Kemhan, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin selaku Pembina Teknis di bidang perindustrian, PT. Len Industri selaku Holding Defense ID dan Pinhantanas selaku Komunitas industri pertahanan dan keamanan swasta nasional.
Staf Ahli KKIP Bidang Pertahanan Laut sekaligus pimpinan diskusi, Laksda TNI (Purn) Dr. Mulyadi, S.Pi., M.A.P, di awal diskusi menyampaikan harapan besar agar FGD tersebut berhasil memetakan perkembangan teraktual ekosistem industri pertahanan bidang perkapalan. “Diharapkan (para narasumber) akan memberikan pencerahan dan update kondisi terkini pengadaan Alpalhankam, khususnya di lingkungan Kemhan. Selain itu juga upaya yang telah dilakukan Kemenperin dalam rangka menstimulasi dan mengembangkan industri pertahanan serta kesiapan industri pertahanan itu sendiri dalam menerima pesanan pengguna Alpalhankam” ujar Mulyadi.
Kabaranahan Kemhan, Marsda TNI Yusuf Jauhari, M. Eng mengemukan ada sejumlah kendala terkait pemberdayaan industri pertahanan di bidang matra laut. Ketepatan waktu delivery dan kualitas produk acap kali tidak terpenuhi. Kadangkala ini diiringi oleh perubahan spesifikasi teknis yang disebabkan produk sudah tidak diproduksi lagi. Disamping itu, pada beberapa industri ongkos produksi menjadi mahal karena jajaran manajerial yang terlalu gemuk sedangkan jajaran teknik lebih sedikit.
Yusuf menambahkan “perlu menjadi atensi bersama bagaimana mengefisienkan industri sehingga banyak yang tertarik untuk membangun industri komponen serta para insinyur perlu diwadahi untuk membangun industri komponen”. Hal ini tampaknya senada dengan kekhawatiran Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate yang mengatakan bahwa industri pertahanan saat ini tidak tertarik untuk merambah ke bidang usaha komponen.
Kondisi ini tentu kontraproduktif dengan upaya pemberdayaan industri pertahanan karena pada akhirnya “kue” pengadaan hanya berkisar di level alat utama/tier 1. Dalam konteks kapal perang, Jan Pieter Ate juga menyoroti bahwa ada ketimpangan distribusi lokasi BUMS kapal perang yang terdaftar sebagai industri pertahanan. BUMS-BUMS tesebut hanya berada di segelintir provinsi yang seluruhnya berada di wilayah barat Indonesia.
Kendati demikian, sebenarnya ada prospek menjanjikan untuk memberdayakan ekosistem industri kapal perang. Dirjen ILMATE Kemenperin, Taufik Bawazier, memaparkan industri galangan kapal Indonesia hingga hari ini sudah tersebar di 21 provinsi dan lebih dari 70 Kota/Kabupaten.
Sebagai penutup, pimpinan diskusi menekankan kepada para pemangku kepentingan yang berpartisipasi pada FGD tersebut bahwa industri kapal merupakan investasi jangka panjang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga diperlukan adanya kebijakan fiskal yang dapat menjamin kelancaran cashflow bagi industri.