Tulisan Artikel Juara Kedua Lomba Blog Nasional KKIP dengan tema “Pemenuhan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan” oleh Hans Hayon.
*Bagian 4
————————————————————————————————————————————————————————-
Ketiga, perlu adanya integrasi dimensi kebudayaan dalam industri pertahanan. Masalahnya sekarang terletak pada budaya yang dikembankan oleh masing – masing stake holder. Hal ini sesuai dengan apa yang di samapaikan oleg Huntington yang melihat betapa besarnya budaya dalam mencapai suatu keberhasilan. Korea Selatan dengan budayanya membuatnya unggul dibandingkan dengan Ghana.
Demikian juga rumpuan budaya Tiongkok mampu membawa negaranya unggul dalam proses industrialisasi dibandingkan dengan umpun Melayu. Oleh sebab itu, unsur industri pertahanan yang terdiri dari BUMNIP dan didukung oleh perusahaan swasta perlu mengembangkan budaya “gotong royong” dan “pancasila” yang saat ini berada dalam posisi krusial.
Berdasarkan laporan dari Kepala Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtnnas) Lemabaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). indeks ketahanan nasional Tahun 2019 cukup tangguh. Indeks secara keseluruhan diperoleh dari lima gatra ketahanan nasional yakni ketahanan politik, ekonomi, ideologi, dan sosial budaya. Meskipun secara politik dan ekonomi, indonesia cukup tangguh, namun dalam bidang ideologi dan sosail budaya kurang tangguh. Di bidang ideologi, digunakan beberapa varibel antara lain toleransi, frekuensi dialog anatar umat beragama , frekuensi konflik dan intensitas konflik fisik massa.
Selanjutnya di bidang sosial budaya, ditilik dari beberapa variabel yakni rata-rata lama pendidikan, jumlah konflik antara aparat pemerintah, dan narkoba (Merdeka.com, selasa, 23 April 2091). Itu berarti, industri pertahanan nasional perlu berkerja keras dalamr angka menghilangkan image atau kesan buruk dari publik yang cenderung menilai betapa pemerintah lebih senang mengagkat senjata melawan rakyatnya sendiri sambil pada saat yang sama menganggap warga negara lain yang melaut secara ilegal sebagai sahabat.
Keempat, meningkatkan anggaran untuk riset dan teknologi yang selama ini minim bahkan lebih rendah daripada anggaran riset sebuah perusahaan asing. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama baik itu dengan lembaga penelitian dan riset dalam negeri maupun dengan perguruan tinggi.
Terdapat beberapa contoh bagus mengenai hal ini misalnya kerja sama dalam bidang pendidikan antara TNI Angkatan Darat (AD) dan universitas Gadjah Mada (UGM) di mana para prajurit TNI bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 dan S-3 tanp melepaskan jabatan mereka.
Menurut kepala staf TNI AD Andika Perkasa, sebanyak 42 prajurit menempuh pendidikan S-2 dan 4 prajurit mengambil S-3 yang tersebar di sejumlah program study seperti ketahanan nasional, hukum, ilmu sosial dan politik, cyber security, hingga kepemimpinan inovasi kebjikan .
Mengenai hal yang sama, Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan bahwa perkuliahan itu akan dimulai pada bulan Februari 2020 di mana fokus mereka adalah penelitian -penelitian atau melakukan riset dibidang masing-masing. “Kami mendambakan TNI itu kuat di bidang-bidang keilmuan. Bukan hanya dalam persenjataa, melainkan juga wawasan sosial, teknologi dan pengetahuan masa kini,” kata panut. (Kompas, 1 januari 2020)
Kerjasama seperti ini juga dilakukan oleh Universitas Indonesia (UI) dengan PT Dirgantara Indonesia dalam rangka menjalankan riset industri pertahanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rektor UI Muhammad Anis, kampusnya misalnya telah mengembangkan Kapal Makara – 06yakni masing-masing drone untuk permukaan dan bawah laut.
Kerjasama seperti ini sudah dilakukan sebelumnya seperti proyek pengembangan pesawat perintis N2 19 (Tempo, 6 September 2017)
Upacara Pembukaan Pendidikan Pertama Tamtama TNI Angkatan Darat Gelombang II Tahap I Tahun Anggaran 2018, Bertempat di lapangan Alianyang Rindam XII/Tpr, Jalan Pasir Panjang, Singkawang, Senin (26/11/2018)
Riset di bidang teknologi persenjataan sebagai produk industri pertahanan merupakan kebutuhan yang mendesak atau yang dikenal dengan Revolution in Military Affairs (RMA) di mana telah terjadi perubahan mendasar dalam hal karakter dan cara melakukan operasi militer.
Saat ini, teknologi persenjataan dengan kemampuan ‘hantu’ dan persenjataan tanpa awak seperti Unmaned Aerial Vehicle (UAV) menjadi produk-produk andalan industri pertahanan negar maju-maju. Inovasi di bidang ini perlu diprakarsai mengingat manusia sedang berada dalam transisi dari fourth generatioan war menuju fifth generation war. Karakteristik dari transisi menuju generasi kelima ini melibatkan penggunaan teknologi persenjataan yang canggih dan perubahaan dalam konteks perang tersebut digelar.
Kelima, mewujudkan pertahanan negara dilakukan usaha dalam sistem pertahanan bersifat semesta yang menggabungkan kekuatan pertahanan militer dan kekuatan pertahanan nonmiliter. Sistem pertahanan militer terdiri dari komponen utama yakni TNI didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Kemandirian pertahanan militer didukung oleh ketersediaan alutsista secara mandiri. Sementara kemandirian pertahanan nonmilter lebih bersifat dinamis, mengingat keunggulan dan nilai ekonomi serta politik sangat besar perannya dalam membangun kemandirian pertahanan nonmiliter.
Konkretnya, pertahanan nonmiliter menyelenggarakan fungsi-fungsi diplomasi, ekonomi, psikologi, teknologi dan informasi serta kesemalatan umum secara mandiri dan bekerja sama dalam koordinasi tingkat lokal, nasional sampai internasional. Keterpaduan dalam kemandirian antara pertahanan militer dan pertahanan nonmiliter menghasilkan daya tangkal yang mampu mencegah dan mengatasi setiap bentuk ancaman khususnya blockade dan embargo. Misalnya dengan cara ini Indonesia tidak lagi mengulangi terjadinya embargo persenjataan yang diterapkan oleh AS pada awal tahun 1990-an.
Secara implementatif, kebijakan pertahanan nonmiliter adalah melaksanakan pembinaan kesadaran bela negara secara terpadu dan lintas sektoral dengan elemen masyarakat terkait untuk memantapkan upaya national character building.
Mengenai hal di atas, tidak keliru jika Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto berencana menggandeng Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Perguruan Tinggi untuk menyiapkan komponen cadangan pertahanan Indonesia. Kerja sama itu bertujuan menyiapkan komponen cadangan pertahanan nonmiliter sebagaimana dijelaskan sebelumnya di atas. Sambil membuat perbandingan dengan AS, “Kita lihat negara Amerika, sumber perwira itu mereka dapatkan dari akademi militer, mungkin 20 persen, 80 persen adalah perwira cadangan dari universitas-universitas,” kata Prabowo. (Tempo.co, 1 November 2019).
Jika semua hal yang disebutkan di atas dapat dilakukan secara komprehensif, saya yakin industri pertahanan nasional mampu berkompetisi bukan hanya di kawasan Asia secara keseluruhan melainkan juga di kawasan Amerika dan Eropa.