Tulisan Artikel Juara Kedua Lomba Blog Nasional KKIP dengan tema “Pemenuhan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan” oleh Hans Hayon.

 

*Bagian 3

————————————————————————————————————————————————————————-

Kekacauan komposisi personel ini semakin diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembinaan dan pelatihan prajurit seperti alat simulasi tempur, dan laboratorium militer.

 

Selain itu, belum terbukanya kesempatan yang luas bagi seluruh prajurit untuk mengikuti pendidikan diluar negeri menyebabkan tersendatnya proses transfer pengetahuan dari satu generasi kepada generasi yang lainya. Dan yang terakhir, dan juga sudah menjadi rahasia umum, yakni persoalaan kesejahteraan prajurit TNI.

 

Kedua, faktor eksternal yakni dimensi sosial dan politk yang memengaruhi mekanisme industri pertahanan nasional antara lain : kisruh sosial dan politik baik di dalam negeri maupun luar negeri, belum mampu mendefinisikan sosok lawan, dan lemahnya wawasan tentang peta geopolitik global.

 

Pentingnya wawasan geopolitik mengingatkan saya pada argumen sun Tzu dalam bukunya Art of War, di mana ia menulis, “kemenangan tidak dapat diharapkan ketika suatu pihak tidak memahami kemampuanya sendiri dan juga karakteristik lawanya”. Dengan kata lain, indonesia cukup sulit mengidentifikasi pihak yang menjadi lawanya tepat ketika kisruh sosial politik di dalam negeri maupuun dientas secara maksimal.

 

Atau, jika dibahasakan lebih lugas, bagaimana mungkin indonesia mampu mendefinisikan pihak lawan di luar ketika sesama warga negaranya justru saling memusuhi ?

 

Tepat dalam konteks inilah, artikel ini berupaya membahas hal yang paling krusial yakni pertahanan dalam negara. Untuk membuat pertahanan suatu negara menjadi kuat, setidaknya diperlukan 2ED yakni Economic power, Education for Reserve Personnel (pendidikan nasionalisme dan bel negara), dan Derrent Effect (daya Tangkis atau daya gentar).

Kategori terakhir memang tidak bisa dibandingkan  begitu saja di mana kekuatan militer Indonesia menempati peringkat pertama di Asean. Namun berkaca pada kategori pertama dan kedua, kita perlu sadar bahwa ternyata ada banyak hal yang belum tuntas.

 

Memprediski Masa Depan, Merancang Strategi

Sebagai negara dengan gugus kepualan terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara yang potensial serentak terhadap serangan aktual. Belum lagi, pelbagai gejolak di beberapa daerah merupakan problem lain yang belum menemukan strategis solutif.

Mengatasi hal ini, telah dicanangkan kebijakan pengerahan TNI di wilayah perbatasan, pembangunan dan peningkatan kualitas pos TNI di wilayah perbatasan dan penanaman kesadaran bela negara bagi penduduk di sekitar perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.

Namun, berdasarkan pengamatan saya, perlu dilakukan beberapa hal ini :

Pertama, perlu adanya refungsionalisasi penyelanggaraan tugas pokok kementerian pertahanan di daerah. Artinya, tersenggalaranya kebijakan pertahanan yang komprehensif sangat bergantung pada sejauh mana kecukupan informasi dan pengetahuan mengenai karakterisitik plural konteks kedaerahan di seluruh wilayah NKRI. Tanpa adanya pengetahuan yang jelas dan akurat, tindakan advokasi pertahanan mustahil terjadi.

 

Kedua, meminimalkan ketergantungan alutsista TNI dari produksi luar negeri yang rawan embargo. Selain itu, beberapa industri swasta nasional yang mampu menghasilkan perlatan militer belum mendapt peran yang optimal (beberapa perusahan swsata yang berafiliasi denga industri Pertahanan, bisa dilhat di sini ).

 

Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Skti Wahyu Trenggono mengatakan, “pindad punya kemampuan memproduksi 200-250 juta butir peluru dan amunisi dalam satu tahun. Tapi dalam praktiknya Pindad tidak pernah mencapai full capacity. Tidak pernah mencapai angka 250 juta.”

 

Lebih lanjut, Wahyu mnejelaskan bahwa hal itu disebabkan oleg karena industri pertahanan belum memanfaatkan potensi itu secara maksimal. Selanjutnya, ia mengeatakan bahwa jika ingin industri pertahanan nasional menjadi kuat, perlu adanya kerja sama antara BUMN dan swasta ( JawaPos, 29 November 2091).

 

Dikatakan demikian karena pembinaan industri pertahanan domestik telah terbukti dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sistem pertahanan dan moderenisasi alutsista China India yang saat ini Tumbuh menjadi kekuatan militer terbesar di Asia.

 

Di Indonesia misalnya, keandalan produk industri pertahanan negara ini mulai diakui dengan penggunaan varian senapan SS yang diproduksi oleh PT. Pindad sebagai senapan organik di lingkungan TNI dan Polri atau kendaraan tempur berupa panser yang di beri nama Anoa. Demikian juga pesawat intai maritim yang diproduksi oleh PT. DI.

 

Perkembangan baik ini perlu ditingkatkan selam 10 tahun kedepn (beberapa inovasi lain dapat dilihat di sini .

 

Anoa 6x6 Amfibi merupakan inovasi terbaru atas 
kendaraan berplatform Anoa 6x6, yang mampu menunjukan manuver yang 
sangat baik, baik di darat maupun di peraira. 
Sumber : kkip.go.id

 

 

[Masih berlanjut..]
Translate »