Tulisan Artikel Juara Kedua Lomba Blog Nasional KKIP dengan tema “Pemenuhan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan” oleh Hans Hayon.

 

*Bagian 2

————————————————————————————————————————————————————————-

Dari data diatas, tidak mengeherankanjika pembangnan alutsista merupakan salah satu program prioritas strategis dari industri pertahanan nasional yang tertuang dalam Master Plan Pembagunan Industri Pertahanan 2010 – 2019. Di situdisebutkan adanya dua target utama yang yakni target alutsista dan target industri pertahanan. Pada yang pertama, diupayakan untuk menghasilkan alutsista yang memiliki moilitas tinggi dan bersifat sebagai pemukul yang dahsayat dan diproduksi secara mandiri.

Sementara itu pada yang kedua, target industri pertahanan, yakni memenuhi pasar dalam negeri (jangka pendek) yang bersaing secara internasional dana mampu mendukung pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa pembangunan alutsista yang disebutkan diatas sebenarnya terbagi ke dalam empat antara lain :

Tahap I MEF (Minimum Essential Force /Kekuatan pokok minimum) dimulai sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 (pembangunan dan moderenisasi Alutsista berserta teknologinya dengan menerapkan prinsip Zero Growth). Maksudnya, penataan personel diarahkan pada peningkatan kemampuan dari padat manusia menjadi pada berbasis teknologi dan diwakili pleh personel yang berkualitas tinggi), tahap II berlangsung dari taun 2015 hingga 2019, tahap III dari tahun 2025 hingga 2029.

Untuk menentukan pedoman dalam proses produksi dan pembangunan industri pertahanan khususnya moderenisasi Alutsista, dicanangkan melalui Undang – Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Sebagai catatan tambahan, jika menengok ke belakang, potensi kemandirian industri pertahanan indonesia memang sempat kolaps pada awal era reformasi dan kembali dibangun melalui program Roundtable Discussion di Kementerian Pertahanan pada tahun 2004.

Selanjutnya, pada tahun 2010, melalui Perpres Nomor 42 tahun 2010, lahirlah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertugas menentukan arah strategis pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Di dalamnya ada enam Menteri Kabinet yang terkait yaitu Menteri Pertahanan sebagai leading sector, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi, dan Menteri Keuangan dan Menteri Komunikasi dan Informatika. KKIP juga bertugas mendorong percepatan pembangunan MEF TNI dengan memanfaatkan keberadaan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, dan PT PAL sebagai tiga industri pertahanan terbesar milik negara. Sekalipun proses moderenisasi alutsista dapat dilakukan, terdapat beberapa perkerjaan rumah yang mesti diperhatikan antara lain : peningkatan Sumber daya manusia khususnya transfer of technology.

Cukup menggembirakan karena dalam meningkatan kapasitas sumber daya manusia, telah didirkan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian terbesar di Asia Tenggara dan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (IPSC) di Sentul Bogor yang meliputi : Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian, Pusat penanggulangan Terorirsme, Pusat Pelatihan Penanggulangan Bencana dan Bantuan Kemanusiaan, Pusata Bahasa, Universitas Pertahanan, dan Pusat Olahraga Militer.

Namun pencapian termaksud belum maksimal. Terdapat berbagi persoalaan lain yang mesti dientaskan sedini mungkin jika ingin industri pertahanan nasional mampu berkompetisi sekurang – kurangnya di kawasan Asia Pasifik. Pertama, faktor internal yakni hal-hal yang berkaitan langsung dengan mekanisme internal dalam tubuh pertahanan nasional meliputi kesejahteraan dan persebaran personel di berbagai kawasan NKRI, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, riset di bidang kemiliteran, besarnya kuota anggaran, dan seterusnya.

Mengenai yang pertama, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI, ditetapkan kebijakan pengelolaan Sumber Daya Manusia bagi prajurit TNI sejak pembinaan hingga masa akhir dinas. Meskipun begitu, ada empat permasalahaan yang belum diatasi yakni belum diatur secara akurat antara jumlah kebutuhan personel berdasarkan komposisi kepangkatan, golongan kecabangan, dan sumber prajurit, serta jumlah personel yang akan purna bakti. Demikian juga adanya penumpukan personel khususnya di Pulau Jawa sementara kekurangan personel di luar Pulau Jawa terutama di daerah perbatasan, terdepan, dan terluar.

 

Pasukan TNI dari Yonif 131/Braja Sakti dan tentara 
Malaysia melakukan patroli bersama sambil mengecek patok - patok perbatasan 
kedua negara di perbatasan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, 
Rabu (17/5). Foto: MediaIndonesia/Erandhi Hutomo Saputra.



[Masih Berlanjut...]
Translate »