Tulisan Artikel Juara Kedua Lomba Blog Nasional KKIP dengan tema “Pemenuhan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan” oleh Hans Hayon.

 

*Bagian 1

————————————————————————————————————————————————————————-

Industri Pertahanan Nasional Butuh Wawasan Geopolitik

 

Mustahil membayangkan masa depan industri pertahanan nasional 10 tahun mendatang tanpa adanya informasi yang memadai berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut :

Pertama, ketersediaan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat-Alat Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri, kedua, daya saing industri pertahanan Indonesia di pasar internasional, ketiga, dinamika sosial, politik, dan kebudayaan di dalam dan luar negri. Keempat, inovasi di bidang teknologi dan komunikasi kemileteran. Tentu saja, empat hal diatas tidak dapat dibahas secara mendetail dalam tulisan ini mengingat betapa luas cakupanya. Sebaliknya, saya coba memberikan gambaran umum yang melaluinya dapat membantu pembaca mengimajinasikan seperti eksistensi industri pertahanan nasional 10 tahun mendatang. Secara metodologis, artikel ini dibuat dengan menggunakan moetode penelitian kualitatif di mana saya berusaha membaca pelbagi referensi yang berkaitan dengan industri pertahanan nasional baik itu berupa ertikel di surat kabar, laporan penelitian, pidatao, regulasi atau kebijakan pemerintah, laporan internasional, dan informasi terkait lainya.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan saya analisis, tulisan ini membuat beberapa argumentasi hipotetif antara lain :

Pertama, rendahnya daya saing industri pertahanan nasional terjadi tepat ketika ada ketidakstabilan sistem politik dan ekonomi baik di dalam maupun luar negeri.

Kedua, mengimajinasikan industri pertahanan nasional 10 tahun mendatang membutuhkan wawasan geopolitik yang komperhensif, minimal terhadap negara – negara di kawasan Asia Tenggara.

Ketiga, rendahnya kulaitas Sumber Data Manusia (SDM) baik dalam lingkup militer maupun non-militer (perbedaan dua hal ini akan dijelaskan kemudian) menyebabkan mandeknya proses transfer teknologi dalam rangka membangun pertahanan nasional yang memiliki daya tangkal dan daya gedor yang signifikan.

Berdasarkan tiga hipotesis di atas, sekurang – kurangnya tulisan ini bertujuan :

Pertama, memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi pertahanan nasional saat ini. Kedua, menjadi referensi pembanding bagi industri pertahanan nasional dan lembaga kementerian terkait lainya dalam merumuskan kebijakan pertahanan nasional.

 

Mengamati Geliat Pertahanan Nasional Saat Ini : Potensi dan Kelemahan

 

Berdasarkan Laporan Global Fire Power Tahun 2019, AS menempati pertingkat pertama sebagai negara dengan kekuatan militer terbesar diikuti Russia di posisi kedua, China di posisi ketiga dan Indonesia berada di peringkat keenam belas. Meskipun demikian, di kawasan Asia Tenggara, kekuatan militer Indonesia justru menempati peringkat pertama, mengungguli negara – negara ASEAN. Pemeringkat di atas cukup prestisius dan menyihir publik. Namun, jika data itu dianalisis lebih mendalam, kekuatan militer Indonesia khususnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) tidaklah memadai dibandingkan dengan negara lain ASEAN.

Di kategori maritim misalnya, Indonesia memang unggul dengan memiliki jumlah terbanyak kapal tempur yakni 221 namun tidak demikian dengan kategori udara dan darat. Di kategori kekuatan tempur angkatan udara, indonesia berada di peringkat kedua setelah Thailand. Sementara itu, di kategori darat, kekuatanmiliter indonesia berada di posisi ketiga untuk kekuatan artileri tarik (365 buah) dan di peringkat kelima untuk kekuatan tank tempur (315 buah). Sementara itu, Myanmar menempati peringkat pertama untuk kekuatan artileri tarik (1582 buah), diikuti Thailand di posisi kedua (700 buah). Demikian juga Vietnam di peringkat pertama untuk kekuatan tank tempur (2575 buah) diikuti Thailand di posisi kedua(805 buah), kambodja di posisi ketiga (550 buah), dan Myanmar di posisi keempat (434 buah).

 

[Masih Berlanjut..]

Translate »