Tulisan Artikel Juara Pertama Lomba Blog Nasional KKIP dengan tema “Pemenuhan kebutuhan ALPALHANKAM (Alat Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan” oleh Aditya Nirwana.

 

*Bagian 4

————————————————————————————————————————————————————————-

 

Jika melihat negara-negara maju, atau setidaknya yang telah mampu mengembangkan alat pertahanan udara secara mandiri, rata-rata sebelumnya mereka telah berhasil dalam teknologi komunikasi dan transportasi. Korsel misalnya, KAI sendiri merupakan joint venture dari Samsung, Daewoo, dan Hyundai, mereka bergerak di teknologi komunikasi dan transportasi. Demikian pula dengan Rolls Royce dan General Electric, berkembang dari perusahaan otomotif. India memiliki perusahaan otomotif Bajaj yang sudah mengekspor produk-produk mereka sejak tahun 60-an. Indonesia mungkin belum memiliki riwayat semacam itu. Akhirnya, ada keterbatasan teknologi pada mesin produksi. Mudahnya; Indonesia mampu mengembangkan atau memproduksi, namun belum mampu mengembangkan sendiri mesin produksinya, atau mesin yang digunakan untuk membuat komponen-komponen utamanya. Hal ini dialami oleh senapan serbu Pindad SS-2. Kajian yang dilakukan oleh peneliti Universitas Pertahanan Indonesia, Abidin et.al., menunjukkan bahwa kesiapan teknologi yang andal atau memadai berpengaruh terhadap mutu produk. PT Pindad belum sepenuhnya siap karena tingkat kesiapan teknologi yang dimiliki seperti mesin produksi, dan pembuatan material (60% material masih harus diimpor). Di satu sisi, Indonesia kaya akan material, namun ketika industri pertahanan dalam negeri menyiapkan material, mutunya kurang optimal, oleh karena – kembali lagi, tingkat kesiapan teknologi yang dimiliki. Hal ini tentu berpengaruh terhadap keandalan produk yang dihasilkan. Sayang sekali, Pindad SS-2 yang memiliki akurasi, spesifikasi, dan layanan perawatan yang lebih baik dari M-16 dan AK-47, karena hal tersebut, SS-2 menjadi tidak lebih andal dari keduanya.[18]

Kendaraan Taktis Komodo produksi PINDAD. 
Sumber : Kostrad (Lisence : domain publik di Indonesia)

 

Pemenuhan kebutuhan Alpalhankam (Alat-alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) secara mandiri oleh industri pertahanan dalam negeri tentu bukan perkara mudah, dan kerap menemui jalan panjang, atau bahkan jalan terjal. Problem-problem seperti tingkat kesiapan teknologi, isu keamanan internasional, faktor geopolitik dan geostrategi, akan menjadi sesuatu yang harus dihadapi oleh bangsa ini ke depan dalam upaya memandirikan industri pertahanan. Tentu, ‘mandiri’ yang benar-benar ‘mandiri’. Untuk itu, menurut saya cukup masuk akal semisal lima tahun ke depan kebijakan industri pertahanan juga meletakkan prioritas pada faktor tingkat kesiapan teknologi, dengan membuat sendiri mesin produksi bahan baku dan komponen utama dari Alpalhankam unggulan yang sudah dimiliki, semisal senapan-senapan Pindad, rantis Komodo, ranpur Anoa, FSV Badak, serta aneka amunisi dan peledak. Adapun 5 tahun setelahnya, kebijakan industri pertahanan fokus pada meningkatan mutu, pemasaran, serta pengembangan produk baru alat pertahanan udara dan laut (sebagaimana yang saya pikirkan mengenai pesawat ground attack bermesin turboprop) yang dipandang ‘marketable’ setidaknya di ASEAN. Dengan demikian, saya pikir 10 tahun mendatang kita dapat menangkal ancaman dengan segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki sendiri dengan melampaui minimun essential force, sekaligus ‘menuju’ kemandirian industri pertahanan. Demikian kira-kira uneguneg dari seorang warga negara biasa. Tentu saja, dan kita semua berharap, kemandirian ini adalah ‘mandiri’ yang benar-benar ‘mandiri’. Mandiri dalam merawat dan mandiri dalam membuat. Semoga.

 

 

Referensi

 

[1] Witarti, D.I., dan Armandha, S.T., 2015, Tinjauan Teoretis Konsepsi Pertahanan dan Keamanan di Era Globalisasi Industri Pertahanan, Jurnal Pertahanan, Desember 2015, (5)3, pp. 87-106.

[2] Lihat Nepomuceno, P. 2018, PAF New Jet Fighters Lauded for Role in Marawi Victory, Republic of Philippines : Philippine News Agency, www.pna.gov.ph, 25 Mei 2018, diakses pada tanggal 13 Januari 2020 <https://www.pna.gov.ph/articles/1036455>

[3] Lihat Airforce Technology, T-50 Golden Eagle, diakses pada tanggal 13 Januari 2020, <https://www.airforce-technology.com/projects/t-50/>.

[4] Priyambodo, R.H. (Ed.) 2011, RI Sending KFX Jet-Fighter Production Team to South Korea. Antaranews.com, 11 July 2011, diakses pada tanggal 14 Januari 2020. <https://en.antaranews.com/news/73621/ri-sending-kfx-jet-fighter-production-team-to-south-korea#selection-1977.0-1977.57>

[5] Grevatt, J. 2019, KAI Reaches Early Production Milestone on KFX, Jane’s Defence Industry – www.janes.com, 18 February 2019, diakses pada tanggal 14 Januari 2020. <https://www.janes.com/article/86534/kai-reaches-early-production-milestone-on-kfx>

[6] GE Aviation. 2016, GE Aviation’s F414 Engine Selected to Power South Korea’s KF-X Fighter Jet, www.geaviation.com. May 26, 2016, diakses pada tanggal 14 Januari 2019. <https://www.geaviation.com/press-release/military-engines/ge-aviations-f414-engine-selected-power-south-koreas-kf-x-fighter>

[7] Triumph Group, 2017. Triumph Awarded Contract with Korea Aerospace Industries For KF-X Airframe Mounted Accessory Drive, https://triumphgroup.com, March 01, 2017, diakses pada tanggal 14 Januari 2019. <https://triumphgroup.com/triumph-awarded-contract-with-korea-aerospace-industries-for-kf-x-airframe-mounted-accessory-drive/>

[8] Kemenhan-RI, 2017. Perusahaan AS Lockheed Martin Dukung Indonesia Dalam Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX, https://www.kemhan.go.id, 7 Desember 2017, diakses pada tanggal 14 Januari 2020. <https://www.kemhan.go.id/2017/12/07/11618.html>

[9] Kim, S. 2015, Pentagon Says No to 4 KF-X Technologies, Korea Joongang Daily, http://koreajoongangdaily.joins.com, diakses pada tanggal 14 Januari 2019 <http://koreajoongangdaily.joins.com/news/article/article.aspx?aid=3010416>

[10] Salsabiela, B.F., Midhio, I.W., Amperiawan, G. 2017, Risk Assessment In Developing Kfx/Ifx Fighter On Joint Development Cooperation Between Indonesia With South Korean, Journal of Defense & State Defense, August 2017, (7)2, pp. 137-160

[11] Junef, M. 2018, Sengketa Wilayah Maritim di Laut Tiongkok Selatan, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Juni 2018, (18)2, pp. 219 – 240.

[12] Defense World. 2019, IAF MiG-21 Crashes, Pilots Safe, https://www.defenseworld.net, September 25, 2019, diakses pada tanggal 14 Januari 2020. <https://www.defenseworld.net/news/25551/IAF___s__Flying_Coffin__Crashes__Pilots_Safe#.Xh3jw9ExUqo>

[13] Military Factory, 2019, HESA Kowsar (Thunderbolt), https://www.militaryfactory.com, 21 April 2019, diakses pada tanggal 15 Januari 2020. <https://www.militaryfactory.com/aircraft/detail.asp?aircraft_id=2041>

[14] Defense Industry Daily, 2013, Bribery Probe Into the Dominican Republic’s 8 Super Tucanos, https://www.defenseindustrydaily.com, 3 November 2013, diakses pada tanggal 15 Januari 2020. <https://www.defenseindustrydaily.com/8-Super-Tucanos-to-Dominican-Republic-05244/>

[15] USA Today, 2008, Blackwater buys Brazilian-made Fighter Plane, 1 Mei 2008, www.usatoday.com, diakses pada tanggal 15 Januari 2020. <https://usatoday30.usatoday.com/news/world/2008-06-01-blackwater-brazlian-fighter-plane_N.htm>

[16] Kosakul, U., Leong, S., Lepi, M.S.m., Renaldi, A., Nakamura, N., Phomlouangsy, S.P. 2003, Impact of geopolitical and security environment in 2020 on Southeast Asian armies: Forging cooperative security, dalam GEDDES PAPERS 2003 – Declaration of Bali Concord II, Bali, Indonesia, 7 October 2003, pp. 96-106.

[17] Roblin, S. 2016, FA-50 Golden Eagle: The Low-Cost Fighter that Might See Some Serious Combat. September 11, 2016, https://nationalinterest.org. Diakses pada tanggal 15 Januari 2020. <https://nationalinterest.org/blog/fa-50-golden-eagle-the-low-cost-fighter-might-see-some-17649>

[18] Abidin, Y., Wahyudi, B., Halim, S. 2017, Evaluasi Strategi Pengembangan Produk Senjata Senapan Serbu 2 PT. Pindad Dengan Blue Ocean Strategy, dalam Jurnal Prodi Ekonomi Pertahanan, April 2017, (3)1, pp. 89-155

Translate »